Tragedi nol buku, demikian sastrawan senior Taufiq Ismail sampaikan
dalam sebuah audiensi dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia (DPR RI) tahun 2010. Tragedi nol buku, sebuah ungkapan keprihatinan
dari sesorang sastrawan senior terhadap budaya bangsa ini.
Kalimat tersebut lahir dari kontemplasi beliau
Kalimat tersebut lahir dari kontemplasi beliau melihat budaya baca bangsa ini.
Budaya baca yang sangat rendah. Keprihatinan Taufiq Ismail tersebut sangat
beralasan, didukung oleh sebuah fakta atau temuan dari berbagai lembaga yang
melakukan studi tentang hal tersebut.
Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2009
melakukan studi tentang minat baca terhadap 65 negara. Dari studi PISA
tersebut,
Indonesia menempati urutan ke-57 dari 65 negera yang di survei tentang
minat baca. Indonesia masih kalah dengan Thailand, yang menempati posisi ke-50. Bila
dibandingkan dengan Jepang, jarak Indonesia semakin lebih jauh.
Jepang menempati posisi ke-8 dalam hasil survei tersebut. Disinilah seharusnya
mahasiswa bisa mengambil peran penting tersebut. Mahasiswa adalah insan
akademis yang juga sebagai makhluk sosial.
Ada dua peran mahasiswa dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam hal ini minat baca yakni:
(1) berperan sebagai petugas knowledge transfer dari dunia kampus
menuju luar kampus dalam upaya mencerdaskan bangsa dalam berbagai bidang
terutama kalangan menengah ke bawah;
(2) sebagai pelopor dalam pembentukan community development untuk
memacu dinamisasi kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Peran Mahasiswa melalui Gerakan Indonesia Membaca untuk mewujudkan Pendidikan Indonesia yang Berkarakter
Tragedi nol buku, demikian sastrawan senior Taufiq Ismail sampaikan dalam
sebuah audiensi dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI) tahun 2010. Tragedi nol buku, sebuah ungkapan keprihatinan dari
sesorang sastrawan senior terhadap budaya bangsa ini. Kalimat tersebut lahir
dari kontemplasi beliau melihat budaya baca bangsa ini. Budaya baca yang
sangat rendah.
Taufiq Ismail melakukan penelitian tentang kewajiban membaca buku sastra
pada SMA di 13 negara pada Juli - Oktober 1997. Beliau melakukan serangkaian
wawancara dengan tamatan SMA 13 negara dan bertanya beberapa hal antara
lain:
1) Kewajiban membaca buku
2) Tersedianya buku wajib di
perpustakaan sekolah
3) Bimbingan menulis dan,
4) Pengajaran sastra di tempat
mereka
Ternyata hasil penelitiannya sungguh mengejutkan. Siswa SMA Indonesia
tidak wajib membaca buku sastra sama sekali sehingga dianggap sebagai
siswa yang bersekolah tanpa kewajiban membaca.
Tidak berlebihan bila beliau menggunakan kata tragedi dalam kalimat
tersebut. Tragedi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti peristiwa yang
menyedihkan. Patut bila seorang Taufiq Ismail sedih melihat budaya baca kita
yang begitu rendah. Sedih melihat budaya kita yang semakin jauh dari tradisi
membaca.
Dalam kesempatan tersebut beliau membandingkan dimasa perjuangan
kemerdekaan. Tidak heran bila tokoh kemerdekaan bangsa ini memiliki
pemikiran yang visioner dalam membangun bangsa ini. Memiliki langkah-langkah
yang strategis dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Kemampuan mengorganisir perjuangan kemerdekaan itu diperoleh dari bahan
mereka yang beraneka ragam. Gagasan brilian dalam melawan segala tipu
muslihat penjajah merupakan rangkuman dari intisari buku-buku yang mereka
baca.
Selama 70 tahun sampai saat ini, kita telah menelantarkan kewajiban
membaca di sekolah-sekolah. Kita tidak lagi mewajibkan siswa-siswa untuk
membaca lagi. Membaca turun derajatnya dengan menjadi sekedar anjuran,
himbauan, dan ajakan.
Keprihatinan Taufiq Ismail tersebut sangat beralasan, didukung oleh sebuah
fakta atau temuan dari berbagai lembaga yang melakukan studi tentang hal
tersebut. Programme for International Student Assessment (PISA) tahun
2009 melakukan studi tentang minat baca terhadap 65 negara.
Dari studi PISA tersebut, Indonesia menempati urutan ke-57 dari 65 negera
yang di survei tentang minat baca. Indonesia masih kalah dengan Thailand,
yang menempati posisi ke-50. Bila dibandingkan dengan Jepang, jarak
Indonesia semakin lebih jauh. Jepang menempati posisi ke-8 dalam hasil
survei tersebut.
Studi yang sama juga dilakukan oleh
United Nations Development Programme (UNDP) terhadap minat baca
beberapa negara di dunia. Tidak jauh berbeda dengan temuan PISA sebelumnya,
dari temuan UNDP tersebut, Indonesia menempati posisi ke-96. Urutan tersebut
memaksa dahi kita berkerut. Memaksa kita mengelus dada. Minat baca kita
berada pada posisi titik nadir.
Ini adalah tragedi besar, sama halnya dengan musibah-musibah yang
pernah terjadi belakangan ini. Tragedi nol buku ini sama dahsyatnya dengan
bencana tsunami yang terjadi beberapa tahun yang lalu di Nanggroe Aceh
Darussalam.
Bila bencana tsunami korban fisik lebih besar, maka tragedi nol buku ini
menghancurkan dari dimensi karakter dan mentalitas bangsa. Sama dengan
kekhawatiran kita bersama tentang perluasan dan penyebaran penggunan narkoba
yang semakin membesar.
Melihat keadaan tersebut, tidak ada cara lain untuk membentuk budaya membaca
ini selain dengan menjadikan membaca sebagai kewajiban melalui
Gerakan Indonesia Membaca. Bagi Umat Islam, membaca bukan sekedar
anjuran atau himbauan namun sebuah kewajiban. Membaca adalah perintah Allah
SWT yang pertama dan sekaligus utama bagi umat Islam. Bahkan perintah sholat
turun jauh sesudah perintah membaca.
Semua menyadari bahwa buku menjadi salah satu pilar penting dalam membangun
karakter bangsa. Karena buku bukan sekedar memberikan kita segudang ilmu
pengetahuan atau sekedar memuaskan dahaga intelektualisme kita.
Mengenyangkan akal kita semata.
Namun, buku juga memiliki peran dalam membentuk cara berpikir, bertutur, dan
berbuat. Buku bisa menguatkan jiwa yang ringkih. Itulah buku, benda yang
memiliki andil besar dalam melahirkan peradaban-peradaban besar di muka bumi
ini.
Buku, demikian besar pengaruhnya dalam menentukan arah dan kebesaran
sebuah peradaban. Tidak heran bila banyak negara begitu peduli terhadap
minat baca bangsanya. Berbagai langkah dan upaya dilakukan agar minat baca
warganya meningkat.
Berbagai stimulus diberikan untuk mendorong agar warganya memiliki kebiasaan
atau budaya membaca. Kita bisa mencontoh Jepang dalam membangun budaya baca
warganya. Di Jepang ada program atau gerakan yang bernama 20 minutes reading
of mother and child.
Gerakan atau program ini mengharuskan seorang ibu untuk mengajak anaknya
membaca buku 20 menit sebelum tidur. Ini merupakan salah satu contoh dari upaya Jepang dalam meningkatkan
budaya baca warganya.
Disinilah seharusnya mahasiswa bisa mengambil peran penting
tersebut.
“Beri aku 10 pemuda (mahasiswa) akan kugoncangkan dunia,” itulah
sepenggal pidato Soekarno, founding father bangsa ini, yang mengisyaratkan
begitu penting peran mahasiswa dalam mengubah kehidupan bangsa ini.
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi.
Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar sebagai
mahasiswa di sebuah perguruan tinggi hanyalah syarat administratif menjadi
mahasiswa, tetapi menjadi mahasiswa mengandung pengertian yang lebih luas
dari sekedar masalah administratif itu sendiri. Menyandang gelar mahasiswa
merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak, ekspektasi dan
tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar.
Mahasiswa merupakan sebagai generasi muda yang memiliki peranan
penting dalam meningkatkan mutu pendidikan khususnya minat baca. Mahasiswa
adalah insan akademis yang juga sebagai makhluk sosial. Dengan tingkat
intelektual yang dimiliki mahasiswa, diharapkan dapat memberikan perubahan
yang berarti terhadap kemajuan pendidikan di Indonesia.
Mahasiswa yang sebenar-benarnya adalah mahasiswa yang tidak sekedar
memikirkan kepentingan akademis semata. Namun jauh tersirat dalam benaknya
tentang arti dan kualitas hidupnya sebagai pribadi yang mampu mengabdi
terhadap masyarakat.
Pribadi yang diharapkan dalam hal ini adalah pribadi yang mampu melihat
permasalahan disekitarnya serta menjadi bagian penentu arah dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Suatu keadaan yang sangat menyedihkan terhadap
rendahnya minat baca di Indonesia hendaknya menjadi perhatian
mahasiswa.
Fungsi agent of social change yang melekat pada jati diri
mahasiswa pada saat ini, hendaklah bukan sebatas slogan-slogan demontrasi
saja.
Namun suatu pemikiran yang yang rekonstruktif dan solutif terhadap
permasalahan minat baca. Sebagai mahasiswa ada beberapa perannya seperti
yang dikemukakan oleh Isjoni.
Ada dua peran mahasiswa dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam hal ini minat baca yakni:
(1) berperan sebagai petugas knowledge transfer dari dunia kampus menuju
luar kampus dalam upaya mencerdaskan bangsa dalam berbagai bidang terutama
kalangan menengah ke bawah;
(2) sebagai pelopor dalam pembentukan community development untuk memacu
dinamisasi kehidupan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita artikan bahwa mahasiswa sebagai
calon guru yang profesional harus memiliki pribadi yang unggul. Ada beberapa
upaya yang dapat dilakukan mahasiswa dalam meningkatkan minat baca di
Indonesia, antara lain:
1. Sadar bahwa membaca itu penting
Kesadaran merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kelangsungan
hidup. Ketika adanya kesadaran seseorang bahwa membaca itu penting, maka ia
berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Sebaliknya jika
kesadaran itu tidak ada, maka tidak akan pernah memiliki motivasi ingin
tahu.
2. Intropeksi diri
Maksudnya seorang mahasiswa harus betul-betul mengintropeksi dirinya, baik
secara kognitif, afektif dan psikomotor. Setelah pribadinya terbenahi, maka
ia dapat memberikan sejumlah ilmu yang diperolehnya kepada masyarakat, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berkomunikasi secara
efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama
mahasiswa, dan masyarakat; memanfatkan teknologi informasi secara tepat
untuk menyampaikan pentingnya budaya membaca.
3. Melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah.
Mahasiswa peka terhadap kebijakan pemerintah dan mengajukan suatu pendapat
dan saran sebagai solusi untuk meningkatkan minat baca di Indonesia.
4. Sebagai fasilitator
Merupakan peran mahasiswa dalam memberi pelayanan seperti buku untuk
memudahkan siswa dalam kegiatan membaca.
5. Sebagai pelopor
Dalam pembentukan kelompok baca untuk memacu dinamisasi masyarakat kalangan
menengah ke bawah.
6. Sebagai pembangkit dan pendorong
Terhadap kelompok yang sudah ada di masyarakat yang selama ini belum
berfungsi dan berusaha untuk memfungsikannya.
Dengan terbebasnya bangsa ini dari tragedi nol buku maka pembangunan bangsa
ini dapat berjalan dengan lancar serta membawa bangsa ini kepada kejayaan
dan kesejahteraan. Oleh karena itu, kita sebagai mahasiswa yang akan
menggantikan pemimpin-pemimpin bangsa nantinya sudah saatnya menjalankan
nilai-nilai peran dan fungsi mahasiswa sehingga diharapkan nantinya nilai
tersebut bisa menjadi pengontrol kita kelak ketika pada saatnya menggantikan
posisi para pemimpin bangsa.
Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Indonesia Membaca untuk Mewujudkan
Pendidikan Indonesia
yang Berkarakter
Oleh : Ghoffar Albab Maarif
Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Indonesia Membaca untuk Mewujudkan
Profil penulis
0 Comments for "Gerakan Indonesia Membaca untuk Mewujudkan Pendidikan Indonesia yang Berkarakter"